Cerdik, Kalkulasi Serta Ancaman Bagi Prabowo
Cerdiknya Prabowo memainkan politik saat hubungan Megawati Jokowi membara dan memburuk. Prabowo lihai menyikapi sesuai karakter Megawati yang sulit memberi maaf jika disakiti dan dihianati. Adapun Jokowi terlihat enggan meminta maaf. Justru Jokowi membangun rivalitas tajam, dengan orang yang menjadikan dia besar dan dikenal. Rivalitas ini dimulai dari pilpres, pilkada, seperti yang terjadi di Jawa Tengah dan daerah lainnya di Indonesia. Jokowi sungguh berbuat dan berusaha untuk mengalahkan dan balas dendam terhadap Megawati yang memecatnya dari PDIP.
Adapun Prabowo lihai dalam menyikapi hal itu. Dengan Megawati secara resmi dinilai baik, walau kader PDIP tidak ada dalam kabinet Prabowo. Begitu pula hubungan Prabowo dengan Jokowi, terlihat tidak ada masalah. Bahkan Prabowo mengakui bahwa Jokowi adalah guru politiknya. Walau demikian, Prabowo tidak ingin berada di bawah bayang-bayang Jokowi, apalagi menjadi bonekanya.
Untuk menjaga hubungan terhadap kedua tokoh itu, walau terkesan sikap Prabowo masih mendua, diutusnya Didik putranya untuk safari lebaran ke Megawati dan sore harinya terbang ke Solo silaturrahim dengan Jokowi. Safari ini dinilai tepat dan tidak terlampau politik, karena Didit bukan seorang politikus. Inilah cara yang cukup cerdas dan cerdik dari Prabowo dalam memainkan kartu politiknya, sehingga bisa diterima oleh kedua pihak.
Jika Prabowo datang ke Solo, bisa dipastikan akan menimbulkan tafsir politik, bahwa Prabowo masih di bawah kendali Jokowi, padahal Prabowo secara perlahan telah memberi pesan bahwa sepenuhnya ia tidak berada di bawah kendali Jokowi, tetapi juga tidak meninggalkan Jokowi. Inilah yang dinilai masyarakat bahwa Prabowo mendua dan tarik ulur. Ditarik sedikit lalu diulur dikit, sehingga Prabowo dinilai belum sepenuhnya memenuhi tuntutan publik. Namun dengan cara itu, Prabowo lebih aman bermain. Meskipun Jokowi masih diundang makan bersama, tetapi ada beberapa proyek strategis Jokowi tidak dilanjutkan oleh Prabowo.
Semoga Belum Terlambat
Kelihatannya Pak Prabowo baru akan ambil sikap tegas setelah mendekati pilpres tahun 2029, manakala kepentingannya berbeda dengan Jokowi. Sesuai ambisi Jokowi yang haus kekuasaan, sudah bisa dipastikan kepentingannya berbeda. Pak Prabowo secara resmi didukung Partai Gerindra melalui Kongres luar biasa, menjadi calon Presiden tahun 2029. Sebaliknya walau belum diumumkan, bisa dipastikan, Jokowi ingin Gibran maju sebagai calon presiden 2029. Kelihatan sekali langkah-langkah politik dilakukan Gibran. Ia terus menerus malukan pencitraan dan berkunjung ke berbagai daerah menemui rakyat, dan Jokowi intens menerima tamu konsolidasi di Solo. Jadi terlihat dari langkahnya akan berbeda, apalagi dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) ambang batas pencapresan telah diubah sehingga Gibran bisa maju. Kendati semua partai politik mendukung Prabowo, tetapi masih ada PSI yang bisa mengusung walau sendirian.
Timbul pertanyaan. Apakah kemudian Prabowo dengan dukungan dari banyak Partei akan menang?. Belum tentu…! Pengalaman dari kasus, Ridwan Kamil Pilkada DKI, dengan didukung banyak partai, dikalahkan Pramono-Rano yang hanya didukung PDIP, meski faktor Anis yang sangat berperan. Begitu juga dengan Gibran haruslah waspada. Jangan dianggap planga plongo seperti bapaknya, lalu orang gak suka dengannya. Belum tentu, sebab mayoritas rakyat Indonesia kompatibel dengan orang seperti Jokowi dan Gibran dengan pendidikan rendah dan ngomongnya gak sulit-sulit.
Kembali ke Prabowo. Jika ia mengambil sikap pas mepet tahun 2029, semoga tidak terlambat, sementara pengaruh Jokowi saat ini masih cukup kuat. Karena para pemilik modal sangat menentukan pada Pilpres, jadi Jokowi lebih kuat dari Pak Prabowo, karena para Taipan lebih nyaman pada orang-orang seperti Jokowi dan Gibran. Lebih akomodatif dan lebih mudah dikendalikan, ketimbang figur seperti Prabowo yang kuat, dan tidak mudah untuk dikendalikan oleh para Taipan dan Oligarki. Apalagi ia juga selain latar belakang Militer juga pengusaha. Adiknya Hashim Joyo Hadikusumo seorang pengusaha besar. Jadi pasti ada konflik kepentingan antara para Taipan dan Oligarki dengan Pak Prabowo serta keluarganya.
Kalkulasi lainnya. Pengaruh Jokowi di Kepolisian masih sangat kuat, karena sekarang Kapolrinya adalah gengnya yang dulu jadi ajudan Jokowi. Waktu menjadi Walikota Solo, Sigit menjadi Kapolres Solo. Kondisi sekarang harus diakui, Polisi menjadi kekuatan politik yang paling kuat, karena tidak ada parpol yang bisa menyamai polisi, dari infrastrukturnya yang sampai ke desa-desa, dengan sumber daya yang dibiayai dari APBN cukup besar. Pastilah Polisi lebih nyaman dengan Jokowi atau Gibran ketimbang dengan Prabowo, karena Prabowo yang mempunyai latar belakang militer.
Jadi Polisi sebagai kekuatan politik Jokowi dan Gibran lebih nyaman bagi mereka. Jika berhadapan antara Jokowi Gibran cq Prabowo, pilihan Pak Prabowo cukup terbatas. Militer pasti berada di pihak Prabowo. Tapi Militer sudah terlalu lama meninggalkan dunia politik. Jadi tidak secanggih Polisi yang sudah lama menjadi dukungan politik, terutama di era Jokowi 10 tahun berkuasa. Tentu saja Polisi kalau bermain politik jelas lebih canggih dari Militer.
Pilihan lain di luar Militer adalah sipil. Tetapi sipil dilemanya bagi Prabowo tidak sepenuhnya bisa ia kendalikan, selama masih dalam bayang-bayang Jokowi. Dia terbatas dapatkan dukungan dari sipil. Kendati Prabowo jadi presiden, posisi Jokowi masih lebih kuat, karena Pak Prabowo tidak memiliki kemewahan menghadapi 2029, karena ada manuver-manuver Jokowi dan gengnya yang sangat mungkin tujuannya, kalau bisa adalah mempercepat peralihan politik bukan secara reguler 5 tahunan. Sesuai yang disampaikan beberapa pengamat, bahwa satu-satunya yang bisa menjatuhkan Prabowo adalah Jokowi. Ini analisa yang tidak terlalu berlebihan, karena itu bisa difahami, mengapa Pak Prabowo tetap menjaga hubungan baik dengan Ibu Megawati. Karena nisa dipastikan posisi Megawati tentu akan bersama Prabowo menghadapi Jokowi dan Gibran. Bagaimanapun PDIP adalah partai pemenang pemilu, tidak bisa dinafikan oleh Pak Prabowo manakala nanti membutuhkan sekutu yang kuat. Jadi bagi PDI-P hubungan antara Megawati dan Prabowo adalah hubungan sebagai teman dekat. Kalau hubungan dengan Jokowi lebih pada hubungan politik dan kalkulasi. Sumber : Forum News Network. Editor : Teowawo